Bayangkan kamu baru saja tiba di negara asing untuk memulai perjalanan akademis yang telah kamu impikan selama bertahun-tahun. Semuanya terasa baru dan eksotis, namun seiring berjalannya waktu, kamu mulai merasakan perasaan cemas dan bingung. 🫠
Dari bahasa dan norma sosial yang berbeda, makanan yang nggak familiar, dan metode pengajaran yang nggak kamu kenal, semua ini bisa menjadi tantangan. Fenomena ini dikenal sebagai gegar budaya atau culture shock.
Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam tentang apa itu culture shock, apa yang menyebabkannya, serta bagaimana pengalaman ini sering kali terjadi di tengah-tengah perubahan fase kehidupan seseorang. Dengan memahami culture shock, kita bisa lebih siap untuk menghadapi dan mengatasi tantangan yang mungkin muncul ketika beradaptasi dengan lingkungan baru.
Pengertian Culture Shock
Istilah culture shock atau gegar budaya pertama kali dicetuskan oleh seorang antropologis bernama Oberg pada tahun 1960. Istilah ini mengacu pada ketidakmampuan seseorang dalam menangani stres di lingkungan barunya (Ward, 2001). Lebih lanjut, culture shock adalah reaksi terhadap lingkungan, pengalaman, atau orang-orang baru berupa perasaan terkejut dan stres karena tuntutan beradaptasi (Furnham, 2019).
Gegar budaya atau culture shock ini adalah fenomena yang bisa terjadi di berbagai fase kehidupan, mulai dari perubahan lingkungan sekolah, pekerjaan, hingga kehidupan sosial yang baru. Setiap fase membawa tantangan adaptasi yang unik, namun perubahan dari siswa menjadi mahasiswa seringkali menjadi salah satu yang paling signifikan.
Contohnya, pada masa sekolah, siswa terbiasa dengan rutinitas yang terstruktur, aturan yang jelas, dan pengawasan ketat dari guru. Namun, saat memasuki dunia perkuliahan, mahasiswa dihadapkan dengan tingkat kebebasan dan tanggung jawab yang jauh lebih besar, metode pengajaran yang berbeda, serta lingkungan sosial yang lebih beragam.
Oleh karena itu, ketika memasuki dunia perkuliahan, kamu mungkin kaget dengan berbagai hal di dalamnya yang mungkin dapat kamu alami sebagai culture shock (gegar budaya). Hmm, kira-kira apa aja ya penyebab dan contoh culture shock? Ini nih penjelasannya!
Penyebab Culture Shock
Dalam dunia perkuliahan, penyebab culture shock dapat sangat bervariasi dan sering kali melibatkan sejumlah faktor yang memengaruhi seorang mahasiswa ketika mereka memasuki lingkungan akademik yang baru.
Proses penyesuaian diri dengan budaya dan kebiasaan yang berbeda bisa menjadi tantangan yang signifikan. Berikut ini beberapa garis besar penyebab culture shock yang sering dialami.
1. Perbedaan Bahasa
Perbedaan bahasa kerap menjadi hambatan utama. Dalam konteks dunia perkuliahan, mahasiswa yang belajar di negara asing sering kali harus berkomunikasi dalam bahasa yang bukan bahasa ibu mereka, yang dapat menyebabkan kesulitan dalam memahami materi pelajaran, berinteraksi dengan teman sekelas, dan berkomunikasi dengan dosen. Ini bisa menimbulkan rasa frustasi dan isolasi.
2. Norma Sosial
Setiap budaya pasti memiliki aturan tidak tertulis tentang bagaimana berperilaku dalam situasi tertentu. Oleh sebab itu, norma sosial yang berbeda juga dapat menyebabkan culture shock.
Dalam dunia perkuliahan, mahasiswa dari budaya yang sangat menghormati otoritas mungkin merasa bingung atau tidak nyaman dengan interaksi yang lebih santai antara dosen dan mahasiswa di negara yang lebih egaliter. Perbedaan ini bisa membuat mereka merasa canggung atau tidak tahu bagaimana harus bersikap.
3. Gaya Hidup dan Makanan
Gaya hidup dan makanan juga bisa menjadi penyebab culture shock loh, Skollamate.
Pasalnya, mahasiswa yang merantau ke negara lain dengan pola makan yang sangat berbeda mungkin mengalami kesulitan menyesuaikan diri dengan makanan baru, yang bisa mempengaruhi kesehatan dan kenyamanan mereka. Selain itu, perubahan dalam rutinitas harian, seperti jam tidur yang berbeda atau cara menghabiskan waktu luang, dapat menambah rasa tidak nyaman.
4. Metode Pengajaran
Sistem pendidikan yang berbeda juga sering menjadi sumber culture shock. Di beberapa negara, metode pengajaran mungkin lebih berbasis diskusi dan partisipatif, sementara di negara lain lebih bersifat otoritatif dan berpusat pada guru atau dosen.
Mahasiswa dituntut untuk harus bisa beradaptasi dengan ekspektasi akademik baru, cara penilaian yang berbeda, dan metode belajar yang mungkin belum pernah mereka alami sebelumnya. Perbedaan ini dapat menjadi tantangan besar dan memerlukan waktu untuk beradaptasi.
Contoh Culture Shock
Setelah kamu mengetahui penyebab culture shock, sekarang coba deh simak contoh-contoh culture shock yang kerap terjadi di dunia perkuliahan ini. Tentunya, banyak contoh lain culture shock yang mungkin kamu jumpai di lingkungan lainnya.
1. Tidak pakai seragam
Di kampusmu nanti, tidak ada kebijakan untuk memakai seragam tertentu. Perubahan ini sangat berbeda dengan masa sekolah yang mewajibkanmu untuk berseragam selama pelajaran berlangsung. Nah ini jadi kabar baik buatmu yang mau berkreasi dengan mix and match outfit kuliah. Namun pastikan tetap terlihat rapi dan sopan ya, karena kampusmu juga mempunyai aturan tata cara berpakaian.
2. Jam kuliah kosong, malah nggak enak!
Kalau di sekolah, jam kosong bikin hepi. Tapi sayangnya ini nggak berlaku di perkuliahan. Kenapa? Karena biasanya, jam kuliah yang kosong sebab dosen berhalangan hadir akan diganti di jam kuliah lainnya. Bahkan, kuliah pengganti sangat mungkin akan diadakan ketika weekend. Nah, kan enggak enak tuh, hari yang seharusnya jadi libur malah ada kuliah. Belum lagi kalau dosen baru mengumumkan kelas kosong beberapa menit sebelum kelas dimulai, bakalan bikin bad mood.
3. Dituntut aktif mencari materi
Saat sekolah, setiap materi diajarkan oleh guru secara lengkap. Sementara di perkuliahan, dosen hanya menjelaskan materi secara singkat dan padat. Terkadang, materi satu bab hanya dibahas dalam satu pertemuan. Jika ingin mendapatkan materi yang lebih lengkap, kamu dituntut untuk mencarinya sendiri.
4. Jurnal sebagai bahan belajar baru
Kalau di sekolah, biasanya sumber belajar yang digunakan adalah buku paket pelajaran. Di perkuliahan, selain materi dari buku, bahan belajar juga berasal dari jurnal-jurnal ilmiah. Umumnya, jurnal-jurnal tersebut berisi tentang penerapan dari teori yang telah dipelajari. Terkadang mahasiswa juga diberi tugas mencari, membaca, dan mereviu jurnal yang berkaitan dengan topik perkuliahan.
5. Homesick
Ini adalah hal yang banyak dirasakan oleh mahasiswa perantau. Kamu mungkin akan terkejut karena hal-hal kecil seperti rasa makanan, suasana, bahkan wajah teman yang terlihat familiar bisa menimbulkan perasaan rindu rumah (homesick). Perasaan ini merupakan hal yang wajar. Namun, jika terlalu tenggelam di dalamnya, homesick bisa berkembang menjadi kecemasan hingga depresi sehingga dapat mengganggu performa kuliah.
6. Perbedaan sosial dan budaya di kampus
Ketika kamu memutuskan untuk merantau dan kuliah di luar kota, kampus seringkali menjadi tempat yang sangat beragam diisi dengan mahasiswa dari berbagai latar belakang budaya dan sosial. Bagi mahasiswa yang baru pertama kali berada di lingkungan seperti ini, berinteraksi dengan orang-orang dari latar belakang yang sangat berbeda bisa menjadi tantangan. Kamu mungkin akan merasa terkejut dengan berbagai kebiasaan dan norma sosial yang berbeda dari yang biasa kamu kenal, dan perlu waktu untuk beradaptasi dengan keberagaman ini.
Baca Juga: Lagi Homesick? Coba Lakukan Hal-Hal Berikut!
Nah, itu dia berbagai hal terkait pengertian, penyebab, hingga contoh culture shock yang mungkin bisa kamu rasakan saat memasuki dunia perkuliahan nanti. Memahami berbagai aspek ini bisa sangat membantu dalam mempersiapkan diri menghadapi perubahan yang mungkin terjadi. Menghadapi culture shock adalah bagian normal dari proses adaptasi ketika kamu memasuki lingkungan akademis yang baru dan berbeda, Skollamate.
Selain hal-hal di atas, kira-kira apalagi ya culture shock yang mungkin dialami selama berkuliah? Share pendapat kamu di kolom komentar ya. 😊